Bakauheni, Injakan Pertama ke Tanah Sumatera

Akhirnya kesempatan untuk menginjakan kaki di tanah Sumatera untuk pertama kalinya pecah juga. Kali ini bukan dalam rangka liburan atau semacamnya, tetapi dalam rangka melaksanakan tugas untuk survey lokasi. Tempat yang pertamakali Saya injak di tanah Sumatera ini adalah pelabuhan Bakauheni, jelas karena disinilah pangkal pertemuan antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Tujuan ketanah Sumatera sebenarnya survey lokasi di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) yang berada di Propinsi Lampung.

Bersama dengan 5 orang teman yaitu Ikhwan, Doler, Ian, Arok, dan Kambing kami ditugaskan kesini. Dari keenam orang ini yang pernah ke tanah Sumatera hanyalah Ikhwan. Dia bukan hanya pernah lagi, tapi sudah masuk kategori sering. Jelas saja, Dia lahir di Lampung dan setiap liburan panjang selalu pulang ke Lampung. Pada rencana awal, keluarga Ikhwan lah yang akan menampung kami selama ada di Lampung. Namun pada kenyataannya kami juga di tampung oleh seorang Rimbawan Bulak Sumur yang berada di Lampung.

Senin, 1 Juli 2013

Hari ini adalah hari keberangkatan kami menuju Tanah Sumatera untuk pertama kalinya. Kami menggunakan Bus Sinar Jaya kelas AC PATAS tujuan akhir terminal Merak dengan harga Rp. 120.000,- saja. Berangkat dari kampus bersama-sama dan diantar oleh panitia yang lain. Kurang lebih jam 13:00 Saya sampai di Terminal Bus Giwangan sendirian, padahal tadi berangkat bersama-sama. Berhubung tidak bertemu dengan anggota team survey yang lain, Saya langsung masuk ke ruang tunggu dengan biaya seribu limaratus rupiah.

Suasana semakin memanas dengan jaket yang menutupi tubuhku dan menghasilkan segelas keringat. Mondar mandir seperti anak yang kehilangan induknya, Saya akhirnya memutuskan untuk telfon keberadaan yang lain. Dan ternyata masih pada solat dan kemudian Saya menyusul sholat dengan perasaan sedikit panik. Setelah sholat Saya langsung menuju bus dengan tulisan Sinar Jaya dan pada saat itulah bertemu dengan anggota team yang lain.

Bis berangkat dari Terminal Bus Giwangan jam 13:15 WIB. Cuaca cerah sedikit memberi gambaran bahwa perjalanan akan lancar dan tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Team survey teringat akan makanan yang sudah dibeli tadi. Panik mencari dibawah kursi hingga rak diatas kepala pun tidak ketemu. Ternyata makanan yang sudah disiapkan tertinggal di motor salah satu dari team pengantar. Tanda-tanda akan kelaparan mulai muncul disini. Tapi untungnya kami sudah siap menghadapi segala hal yang terjadi dan lebih berlapang dada untuk menerima nasib.

Menahan rasa lapar dengan menikmati kursi yang masih empuk dan melihat penumpang lain makan bekal masing-masing. Ketika jam menunjukan angka 15:00 WIB kami tiba di Terminal Purworejo yang begitu abstrak. Dan tiba-tiba sebuah harapan untuk perut ini mulai terdengar menusuk telinga. “Arem-arem…. Tahu… Mas..” dengan nada yang diseret semakin membuat kami tidak tahan untuk membelinya. Akhirnya dua ekor arem-arem dan setengah bungkus tahu berhasil Saya amankan dengan harga tigaribu rupiah saja.

Kondisi perut sudah aman dan terkendali sementara, sudah bisa menikmati perjalanan dengan posisi tidur nyenyak. Hinga tak terasa jam 17:28 WIB sampailah kami pada sebuah terminal sedikit bagus dan terlihat modern, yaitu Terminal Bus Gombong. Begitu pintu terbuka, kami mulai mendengar suara yang menyayat telinga. Yak betul, sura penjual arem-arem dan tahu yang memiliki nada sama disetiap daerah. Namun terobati dengan sebuah penampilan pengamen dengan 4 alat musik. Dia menggunakan alat berupa ukulele, icik-icik banci dari tutup botol minuman bersoda, harmonika, dan bass drum.

Perjalanan berlanjut dengan suasana gelap malam yang cukup syahdu hingga membuat tak sadarkan diri lagi. Saya terbangun disebuah pemberhentian bus yang sudah banyak orang dibawah sana sekitar jam 22:00 WIB. Ternyata kami sudah sampai di daerah Ciamis dan berhenti di sebuah rumah makan. Makanan disini cukup mahal, terlihat dari daftar menu besar yang sudah ada harganya. Saya mulai menanyakan kerjasama untuk makan rombongan pada hari pelaksanaan. Berhubung bagian marketingnya sedang keluar, Saya memutuskan untuk sholat terlebih dahulu.

Begitu keluar dari mushola, Saya melihat team survey sudah berbincang-bincang dengan seseorang yang ternyata marketing dari restoran ini. Alhamdulillah, berkah orang kelaparan yaitu dapat makan gratis disini. Sang marketing tersebut mempersilahkan kami makan secara gratis malam ini. Yang namanya orang lapang dada akan mendapat kebahagiaan dan keberuntungan tak terduga seperti ini. Menu yang disediakan adalah nasi ayam, sayur, dan teh hangat. Ciamis memang manis dan dapet makan gratis. Lanjut perjalanan sama dengan lanjut tidur dengan perut kenyang dan pikiran tenang.

Selasa, 2 Juli 2013

Terbangun dari tidur nyenyak ketika bus terhenti disebuah terminal yang sangat ramai dan berantakan. Melihat jam tangan menunjukan angka 04:00 WIB dan kami tidak tahu ini diterminal mana. Berhenti cukup lama, mungkin mempersilahkan penumpang  untuk sholat subuh terlebih dahulu. Saya melihat situasi seperti ini sudah malas untuk turun dan mungkin akan kehabisan waktu hanya untuk mencari dimana lokasi mushola. Akhirnya Saya dan teman-teman tetap stay didalam bus dengan posisi duduk diatas kursi masing-masing.

 Matahari pagi sudah muncuk kepermukaan sehingga memantulkan pemandangan jalan tol yang sudah ramai. Entah ini tol mana bahkan Saya tidak peduli ini sampai mana, yang penting kami turun di Terminal Merak. Kursi belakang sudah banyak yang kosong, Saya berjalan mundur mencari kursi kosong untuk sholat subuh. Berjalan kedepan dan menduduki kursi paling depan yang sudah kosong setelah selesai sholat subuh.

Terlihat pada kaca kiri bus sebuah pantulan sinar dari Selat Sunda. Rasanya sudah semakin dekat dengan tujuan kita dan semakin besar rasa penasaran untuk menginjak Tanah Sumatera. Sebuah kebahagiaan ini muncul dari rasa penasaran yang semula berwujud ketakutan dan kini sudah bisa dikendalikan dengan menghadapinya. Terminal Merak jam 07:05 WIB kami turun diperbatasan Pulau Jawa dengan Pula Sumatera. Langsung bergerak menuju pelabuhan Merak yang berada disamping terminal.

 Dari Pelabuhan Merak terlihat kapal fery yang merapat dan mengeluarkan puluhan orang dari pulau seberang. Yang membuat penasaran adalah pulau terdekat dari pelabuhan itu terlihat kosong dan hanya berisikan pohon-pohon besar. Ketika memasuki pelabuhan kami mencari bekal untuk perjalanan agar tidak terjadi kejadian yang membuat kami kelaparan sehingga terlihat bodoh. Setelah kebutuhan makan sudah terpenuhi, kami langsung menuju loket penjualan tiket. Dengan harga Rp. 13.000,- kami sudah bisa sampai di Pelabuhan Bakauheni.

Kapal sudah bersandar di pelabuhan dengan kondisi kosong tanpa ada penumpang. Kami naik keatas kapal kemudian menentukan tempat duduk disamping mushola lantai atas. Tepat jam 07:45 WIB kami duduk diatas kapal dengan memandang pemandangan pulau disisi kapal. Kemudian kapal mulai bergerak menjauh dari Pulau Jawa sekitar jam 08:15 WIB. Perut mulai terasa lapar karena belum sarapan, kemudian satu persatu makanan yang ada dikeluarkan. Keluar inisiatif untuk masak mie disini, tanpa pikir panjang langsung saja mempersiapkan alat masak kemudian masak disini.

Mengambil air masak dari tempat wudhu samping mushola. Kemudian langsung mulai eksekusi pembuatan mie dan kopi. Satu nasting diputar untuk makan 6 orang dan satu nasting kecil berisi kopi juga untuk minum 6 orang. Setelah makan dan membereskan sisa-sisanya, kami menikmati perjalanan dengan membuka satu deck kartu remi. Waktu untuk menunggu kapal merapat di pelabuhan Bakauheni dihabiskan untuk main poker.

pemandangan dari atas kapal yang kece abis

pemandangan dari atas kapal yang kece abis

Sekitar jam 11:00 WIB kami sudah merapat di pelabuhan Bakauheni. Akhirnya kami sampai di Tanah Sumatera dengan selamat dan disini mulai terlihat betapa kerasnya suasana disini. Berjalan mengikuti petunjuk keluar mengantarkan kami ke kerumunan manusia yang saling saut menyaut. Dengan kata-kata yang sama mereka bertanya “Mau kemana mas?” sambil berjalan mengikuti kami seperti seorang wartawan yang memburu berita.

 Dengan berbagai alasan dan terus berjalan keluar akhirnya kami bisa lolos dari bujuk rayu supir-supir travel itu. Sebenarnya kami sudah dijemput oleh keluarganya Ikhwan menggunakan mobil, jadi kami benar-benar menolak untuk naik travel itu. Kami melintasi tempat parkir pelabuhan dan sangat jarang terlihat mobil disini, isinya hanyalah travel. Mobil berada di luar pelabuhan dan menunggu di SPBU yang sama sekali Saya belum pernah melihatnya.

Kami berjalan terus menuju papan tulisan Bandar Lampung sambil mengabadikan gambar tempat ini. Rupanya kami masih harus berjalan lagi hingga melewati gapura yang sudah tidak terurus itu. Selama kami berjalan kaki, terlihat pemandangan laut dengan garis pantai cukup jelas dan sebuah bangunan berwarna kuning. Bangunan kuning tersebut menyerupai rumah adat Padang yang berada di atas sebuah bukit. Ketika bertanya kepada Ikhwan yang lahir di Lampung, dia juga tidak tahu itu bangunan apa.

Akhirnya kami bertemu dengan SPBU itu dengan cucuran keringat dan perut yang kembali lapar. Sambil bersalaman dengan Ayah dari Ikhwan kami mulai memasukan barang-barang kedalam mobil dan menatanya. Mobil kijang diisi dengan formasi 2-4-2 terasa sangat sesak, jelas sesak karena barang bawaan kami besar-besar yang terlalu makan tempat. Kemudian mobil tancap gas menuju Kecamatan Wawaykarya yang lebih tepatnya menuju rumah keluarga Ikhwan.

Jalanan begitu ramai oleh barisan kendaraan besar dengan jumlah roda lebih dari enam. Jajaran hijau pemandangan terlihat dari kanan maupun kiri jalan. Sedikit sekali ada warung dan jarak antar rumah lumayan jauh. Setelah perjalanan dijalan yang cukup rata dan halus, kami disambut jalanan tanah dengan susunan batu diatasnya. Ditambah dengan hujan yang turun semakin deras membuat jalan tertutupi oleh genangan coklat air hujan.

Akhirnya sampailah dirumah keluarga Ikhwan sekitar jam 14:10 WIB. Kurang lebih 3 jam perjalanan pertama kami di Tanah Sumatera ini. Baru sejenak duduk, kami sudah dipersilahkan untuk makan siang. Makan siang sambil membahas kapan dan bagaimana rencana ke Taman Nasional Way Kambas supaya sama-sama enak.

 Setelah makan kami mulai sarasehan atau lebih tepatnya keakraban dengan sang pemilik rumah. Dibuka dengan cerita-cerita yang berkembang dimasyarakat sekitar Wawaykarya. Cerita akan keadaan desa ini dan permasalahan yang sering muncul didaerah ini. Dari situlah Saya tau kenyataan-kenyataan kerasnya kehidupan perantauan. Bahkan kami berbicara dengan perantau yang sudah memahami perbedaan budaya disini.

Banyak ilmu yang Saya dapatkan dengan seperti ini, guru terbesar memanglah pengalaman. Pengalaman yang disampaikan akan memberikan manfaat bagi banyak orang. Orang akan lebih berhati-hati dan berfikir lebih keras dari pengalaman orang lain agar tidak jatuh pada lubang yang sama. Indonesia sangat kaya akan budaya, bahkan yang baru dipisahkan dengan selat kecil ini saja sudah berbeda budaya.

“Terimakasih Tanah Sumatera atas pengalaman yang kau berikan.”

Team Survey

Team Survey

Budget:

Bus Sinar Jaya Jogja-Merak : Rp. 120.000,-

Kapal Ro-Ro (Fery) Merak-Bakauheni : Rp. 13.000,-

Carter Bakauheni-Wawaykarya : Rp. 50.000,-/Orang

Lain-lain: ~

Total Transport: Rp. 183.000,-

Thanks to:

Lampung

Propinsi Lampung

PO Sinar Jaya

PO Sinar Jaya